KUNCI-KUNCI RIZKI
MENURUT AL-QUR’AN
& AS-SUNNAH
Oleh : Dr.Fadhl
Ilahi
MUKADIMAH
Sesungguhnya segala puji
adalah milik Allah. Kita memuji, memohon pertolongan dan meminta ampunanNya.
Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan dan keburukan amal perbuatan kita.
Siapa yang ditunjuki Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Siapa yang
disesatkan Allah maka tidak ada yang dapat menunjukinya. Aku ber-saksi bahwa
tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya.
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. semoga shalawat,
salam dan keberkahan dilimpahkan kepada beliau, keluarga, sahabat dan segenap
orang yang mengikutinya. Amma
ba’-du.
Di antara hal yang menyibukkan hati
kebanyakan umat Islam adalah mencari rizki. Dan menurut pengamatan, sejumlah
umat Islam memandang bahwa berpegang dengan Islam akan mengurangi rizki mereka.
Tidak hanya sebatas itu, bahkan lebih parah dan menyedihkan lagi bahwa ada
sejumlah orang yang masih mau menjaga sebagian kewa-jiban syari’at Islam tetapi
mereka mengira bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan dibidang materi dan
kemapanan ekonomi hendaknya menutup mata dari sebagian hukum-hukum Islam,
terutama yang berkenaan dengan halal dan haram.
Mereka itu lupa atau pura-pura lupa bahwa
Sang Khaliq tidaklah mensyariatkan agamaNya hanya sebagai petun-juk bagi umat
manusia dalam perkara-perkara akhirat dan kebahagiaan mereka di sana saja.
Tetapi Allah mensyariat-kan agama ini juga untuk menunjuki manusia dalam urusan
kehidupan dan kebahagiaan mereka di dunia. Bahkan do’a yang sering dipanjatkan
Nabi kita , kekasih Tuhan Semes-ta Alam, yang dijadikanNya sebagai teladan bagi
umat ma-nusia adalah:
“Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada
kami kebaik-an di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api
Neraka.”
Allah dan RasulNya yang mulia tidak
meninggalkan umat Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan, berada dalam keraguan
dalam usahanya mencari penghidupan. Tetapi se-baliknya, sebab-sebab rizki itu
telah diatur dan dijelaskan. Seandainya umat ini mau memahaminya, menyadarinya,
berpegang teguh dengannya serta menggunakan sebab-sebab itu dengan baik,
niscaya Allah Yang Maha Pemberi Rizki dan memiliki kekuatan akan memudahkannya
mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rizki dari setiap arah, serta akan
dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan bumi.
Didorong oleh keinginan untuk mengingatkan
dan me-ngenalkan saudara-saudara sesama muslim tentang berbagai sebab di atas
dan untuk meluruskan pemahaman mereka ten-tang hal ini serta untuk mengingatkan
orang yang telah ter-sesat dari jalan yang lurus dalam berusaha mencari rizki,
maka saya bertekad dengan memohon taufik dari Allah un-tuk mengumpulkan
sebagian sebab-sebab untuk mendapat-kan rizki tersebut dalam buku kecil ini.
Buku ini saya beri judul “Mafaatiihur Rizqi fi Dhau’il Kitab was Sunnah”
(yang kami terjemahkan menjadi: “Kunci-kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan
As-Sunnah”).
Hal-Hal
Yang Saya Perhatikan Dalam Makalah Ini
Diantara hal-hal yang
saya perhatikan –dengan
karunia Allah–
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Rujukan utama dalam makalah ini
adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah RasulNya yang mulia.
2. Saya menukil
hadits-hadits dari maraji’ (sumber) aslinya. Saya juga menyebutkan pandangan
ulama tentang derajat hadits tersebut (shahih, hasan, dha’if, dan lain
sebagai-nya, pen.), kecuali apa yang saya nukil dari shahihain (Al-Bukhari
dan Muslim). Sebab segenap umat Islam telah sepakat untuk menerima
(keshahihannya).
3. Ketika
menggunakan dalil dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits, saya berusaha
mengambil faedah (penje-lasan) dari kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab syarah (kete-rangan)
hadits-hadits.
4. Saya memaparkan
tentang apa yang dimaksud dengan sebab-sebab yang disyari’atkan dalam mencari
rizki dengan bantuan keterangan-keterangan –setelah memo-hon pertolongan dari
Allah –
dari ucapan-ucapan para ulama, untuk menghilangkan keragu-raguan di dalamnya.
5. Saya tidak bermaksud membicarakan
manfaat-manfaat lain dari sebab-sebab yang Allah jadikan selain ma-salah rizki.
Kecuali disebutkan secara kebetulan. Mudah-mudahan Allah memudahkan saya untuk
membicara-kan hal-hal tersebut di masa yang akan datang.
6. Saya jelaskan
beberapa kata asing yang ada di dalam hadits-hadits, untuk lebih menyempurnakan
manfaat, In-sya Allah.
7. Saya tuliskan
beberapa maraji’
(sumber) yang cukup untuk memudahkan siapa saja yang ingin kembali kepadanya.
8.
Saya
tidak bermaksud menyebutkan sebab-sebab rizki seluruhnya. Tetapi yang saya
bahas adalah apa yang dimudahkan oleh Allah padaku untu mengumpulkannya.Ucapan Terima Kasih dan Do’a
9.
Inilah
(karya sederhana itu), dan segala puji bagi Allah Yang Maha Esa, tempat
bergantung, yang semoga memberi nikmat kepada hambaNya yang lemah ini berupa
rahmat, ampunan dan kemuliaan untuk menyelesaikan pembahasan ini. Kami ucapkan
terimakasih sekaligus panjatan do’a kepada saudaraku Dr. Sayid Muhammad Sadati
Asy-Syinqithi. Saya banyak mengambil manfaat dari beliau dalam penulisan
makalah ini. Ucapan terimakasih serta penghargaan juga kami sampaikan kepada
para pengurus Maktab Ta’awuni lid Dakwah wal Irsyad (Kantor Urusan
Kerjasama Dakwah dan Penyuluhan) Divisi Orang-orang Asing di Bathha’, Riyadh
yang berada di bawah Koordinasi Departemen Urusan Agama Islam, Wakaf, Dakwah,
dan Penyuluhan Kerajaan Saudi Arabia. Di mana, sebelumnya makalah ini berasal
dari dua kali materi ceramah yang saya sampaikan di kantor tersebut. Do’a saya
juga untuk putra saya tersayang Hammad Ilahi serta anak-anak saya yang lain.
Mereka secara bersama-sama saya memeriksa naskah yang telah disetting dari buku
ini. Mudah-mudahan Allah melimpahkan balasan kepada semuanya dengan sebaik-baik
balasan di dunia maupun di akhirat.
Saya memohon kepada Allah
yang memiliki keagungan dan kemuliaan, semoga Ia menjadikan pekerjaanku ini
benar-benar ikhlas karena mencari ridhaNya. Serta menjadi-kannya sebagai
simpanan saya dan simpanan kedua orang tua saya pada hari yang tidak bermanfaat
lagi harta dan anak-anak kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang
bersih. Sebagaimana saya juga memohon kepada Rabb
Yang Maha Hidup lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya, semoga Ia
memberi taufik kepada saya, juga kepada saudara-saudara, anak-anak,
karib-kerabat saya serta sege-nap umat Islam untuk berpegang dan mengambil
manfaat dari sebab-sebab rizki yang disyari’atkan. Semoga pula Ia memudahkan
kebaikan bagi kita di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar
lagi Maha Mengabul-kan. Amin.
Semoga shalawat, salam dan keberkahan
dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad , kepada keluarga, sahabat dan segenap
pengikutnya.
Dr.
Fadhl Ilahi
Pasal Pertama :
ISTIGHFAR DAN TAUBAT
Diantara sebab terpenting diturunkannya
rizki adalah is-tighfar (memohon ampunan) dan taubat kepada Allah Yang
Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai
pasal ini kami bagi menjadi dua pembahasan:
a. Hakikat istighfar dan taubat.
b. Dalil syar’i bahwa istighfar dan taubat termasuk kunci rizki.
A.
Hakikat Istighfar dan Taubat
Sebagian besar orang menyangka bahwa
istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mere-ka
mengucapkan,
“Aku memohon ampunan
kepada Allah dan bertaubat ke-padaNya”
Tetapi kalimat-kalimat di
atas tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan
anggota badan. Sesungguhnya istighfar
dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta.
Para ulama – semoga Allah
memberi balasan yang se-baik-baiknya kepada mereka telah menjelaskan hakikat
istighfar dan taubat.
Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan:
“Dalam istilah syara’, taubat adalah meninggalkan dosa karena ke-burukannya,
menyesali dosa yang telah dilakukan, berke-inginan kuat untuk tidak
mengulanginya dan berusaha mela-kukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika
keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna”
Imam An-Nawawi dengan
redaksionalnya sendiri menje-laskan: “Para ulama berkata, ‘Bertaubat dari
setiap dosa hu-kumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan
Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada
tiga. Pertama, hendaknya
ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua,
ia harus menyesali per-buatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus
berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka
taubatnya tidak sah.
Jika taubat itu berkaitan
dengan manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan keempat,
hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika ber-bentuk
harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengem-balikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan
atau seje-nisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk mem-balasnya atau
meminta maaf kepadanya. Jika berupa ghibah
(menggunjing), maka ia harus meminta maaf.”
Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan
Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah “Meminta (ampunan) dengan ucapan dan
perbuatan. Dan firman Allah:
“Mohonlah
ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun.” (Nuh: 10).
Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan
meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan.
Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya dengan lisan
saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta.
B.
Dalil Syar’i Bahwa Istighfar dan Taubat Termasuk
Kunci Rizki
Beberapa nash (teks)
Al-Qur’an dan Al-Hadits me-nunjukkan bahwa istighfar dan taubat termasuk sebab-sebab rizki
dengan karunia Allah . Di bawah ini beberapa nash dimaksud:
1. Apa yang disebutkan Allah tentang Nuh
yang berkata kepada kaumnya :
“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai’.” (Nuh: 10-12).
Ayat-ayat di atas
menerangkan cara mendapatkan hal-hal berikut dengan istighfar.
1. Ampunan Allah
terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan fir-manNya: “Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.”
2. Diturunkannya hujan yang lebat
oleh Allah. Ibnu Abbas radhiallaahu anhu berkata ” ” adalah (hujan) yang turun
dengan deras.
3. Allah akan
membanyakkan harta dan anak-anak. Dalam menafsirkan ayat:Atha’ berkata: “Niscaya Allah akan membanyakkan
harta dan anak-anak kalian”.
4. Allah akan menjadikan untuknya
kebun-kebun.
5.
Allah
akan menjadikan untuknya sungai-sungai. Imam Al-Qurthubi berkata: “Dalam ayat
ini, juga disebutkan dalam (surat Hud) adalah dalil yang menunjukkan bah-wa
istighfar merupakan salah satu sarana meminta ditu-runkannya rizki dan hujan.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya
berkata: “Makna-nya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun
kepadaNya dan kalian senantiasa mentaatiNya niscaya Ia akan membanyakkan rizki
kalian dan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan
untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan
air susu perahan untuk kalian, mem-banyakkan harta dan anak-anak untuk kalian,
menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian
serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun itu (untuk kalian).”
Demikianlah, dan Amirul mukminin Umar bin
Khaththab juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini ketika
beliau memohon hujan dari Allah .
Muthrif meriwayatkan dari
Asy-Sya’bi: “Bahwasanya Umar keluar untuk memohon hujan bersama orang ba-nyak.
Dan beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) lalu beliau
pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, ‘Aku tidak mendengar Anda memohon
hujan’. Maka ia menjawab, ‘Aku memohon diturunkannya hujan dengan majadih langit yang
dengannya diharapkan bakal turun air hujan. Lalu beliau membaca ayat:
“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan
kepadamu dengan lebat.” (Nuh: 10-11).
Imam Al-Hasan Al-Bashri
juga menganjurkan istighfar
(memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya
tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya ketu-runan dan kekeringan
kebun-kebun.
Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu
Shabih, bah-wasanya ia berkata: “Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan
Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya,
“Beristighfarlah kepada Allah!” Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan
maka beliau berkata kepadanya, “Beristighfarlah kepada Allah!” Yang lain lagi
berkata kepadanya, “Do’akanlah (aku) kepada Allah, agar ia memberiku anak!”
Maka beliau mengatakan kepadanya, “Beristighfarlah kepada Allah!” Dan yang lain
lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan
(pula) kepadanya, “Beristighfarlah kepa-da Allah!”
Dan kami menganjurkan
demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain
disebutkan: “Maka Ar-Rabi’ bin Shabih berkata kepadanya, ‘Banyak orang yang
mengadukan bermacam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk
beristighfar. Maka
Al-Hasan Al-Bashri menjawab, ‘Aku tidak mengata-kan hal itu dari diriku
sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh:
“Mohonlah
ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan
mengirim-kan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan
anak-anakmu dan mengadakan untukmu ke-bun-kebun dan mengadakan (pula di
dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh: 10-12).
Allahu Akbar! Betapa agung, besar dan banyak buah
dari istighfar! Ya
Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-ham-baMu yang pandai beristighfar. Dan karuniakanlah
kepada kami buahnya, di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin, wahai Yang Maha Hidup dan terus menerus
mengurus MakhlukNya.
2. Ayat lain adalah firman Allah yang
menceritakan ten-tang seruan Hud kepada kaumnya agar beristighfar.
“Dan
(Hud berkata), ‘Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah
kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan
menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan
berbuat dosa’.” (Hud:52).
Al-Hafizh Ibnu katsir dalam menafsirkan
ayat yang mulia di atas menyatakan: “Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk
beristighfar yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian
memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Barangsiapa
memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan
urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu Allah berfirman:
“Niscaya Dia
menurunkan hujan yang sangat lebat atas-mu”.
Ya Allah, jadikanlah kami
termasuk orang-orang yang memiliki sifat taubat dan istighfar, dan mudahkanlah
rizki-rizki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah keadaan kami.
Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa. Amin, wahai Dzat
Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.
3. Ayat yang lain adalah firman Allah:
“Dan
hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya. (jika kamu
mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik
(terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia
akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan)
keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan
ditimpa siksa hari Kiamat.” (Hud: 3).
Pada ayat yang mulia di
atas, terdapat janji dari Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan berupa
kenikmatan yang baik kepada orang yang beristighfar dan bertaubat. Dan maksud dari firmanNya:
“Niscaya Dia akan memberi kenikmatan
yang baik (terus-menerus) kepadamu.” Sebagaimana dikatakan oleh
Abdullah bin Abbas adalah, “Ia akan menganugerahi rizki dan kelapangan kepada
kalian”.
Sedangkan Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya
mengatakan: “Inilah buah dari istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberi
kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan
kemakmuran hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang
dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian.
Dan janji Tuhan Yang Maha
Mulia itu diutarakan dalam bentuk pemberian balasan sesuai dengan syaratnya.
Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata: “Ayat yang mulia tersebut
menunjukkan bahwa beristighfar dan ber-taubat kepada Allah dari dosa-dosa
adalah sebab sehingga Allah menganugerahkan kenikmatan yang baik kepada orang
yang melakukannya sampai pada waktu yang ditentu-kan. Allah memberikan balasan
(yang baik) atas istighfar
dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat yang dite-tapkan”.
4. Dalil lain bahwa beristighfar dan taubat
adalah di antara kunci-kunci rizki yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad,
Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia
berkata, Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa
memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan
untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitan-nya
kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tiada
disangka-sangka”.
Dalam hadits yang mulia
ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, yang berbicara berdasarkan wahyu,
mengabarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang mem-perbanyak
istighfar. Salah
satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Memberi rizki, yang Memiliki kekuatan akan
mem-berikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak diharapkan
serta tidak pernah terdetik dalam hatinya.
Karena itu, kepada orang yang mengharapkan
rizki hen-daklah ia bersegera untuk memperbanyak istighfar (memo-hon
ampun), baik dengan ucapan maupun perbuatan. Dan hendaknya setiap muslim
waspada, sekali lagi hendaknya waspada, dari melakukan istighfar hanya
sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab itu adalah pekerjaan para pendusta.
Pasal Kedua :
TAQWA
Termasuk sebab turunnya rizki adala
taqwa. Saya akan membicarakan masalah ini – dengan memohon
taufik dari Allah– dalam dua bahasan:
a. Makna taqwa.
b. Dalil syar’i bahwa taqwa termasuk kunci rizki.
A.
MAKNA TAQWA
Para ulama telah menjelaskan apa yang
dimaksud dengan taqwa. Di antaranya, Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani
mendefinisikan: “Taqwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya
berdosa, dan itu dengan meninggalkan apa yang dilarang, menjadi sempurna dengan
meninggalkan sebagian yang dihalalkan”.
Sedangkan Imam An-Nawawi mendefinisikan
taqwa dengan “Mentaati perintah dan laranganNya.” Maksudnya, menjaga diri dari
kemurkaan dan adzab Allah . Hal itu sebagaimana didefinisikan oleh Imam
Al-Jurjani “Taqwa yaitu menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa,
baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya.”
Karena itu, siapa yang tidak menjaga
dirinya, dari perbuatan dosa, berarti dia bukanlah orang bertaqwa. Maka orang
yang melihat dengan kedua matanya apa yang diharamkan Allah, atau mendengarkan
dengan kedua telinganya apa yang dimurkai Allah, atau mengambil dengan kedua
tangan-nya apa yang tidak diridhai Allah, atau berjalan ke tempat yang dikutuk
Allah, berarti tidak menjaga dirinya dari dosa.
Jadi, orang yang membangkang perintah Allah
serta me-lakukan apa yang dilarangNya, dia bukanlah termasuk orang-orang yang
bertaqwa.
Orang yang menceburkan diri ke dalam
maksiat sehingga ia pantas mendapat murka dan siksa dari Allah, maka ia telah
mengeluarkan dirinya dari barisan orang-orang yang bertaqwa.
B.
DALIL SYAR’I BAHWA TAQWA TERMASUK KUNCI RIZKI
Beberapa nash yang menunjukkan
bahwa taqwa terma-suk di antara sebab rizki, Di antaranya:
1. Firman Allah:
“Barangsiapa
yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya.
Dan memberi-nya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3).
Dalam ayat di atas, Allah
menjelaskan bahwa orang yang merealisasikan taqwa akan dibalas Allah dengan dua
hal. Pertama, “Allah akan
mengadakan jalan keluar baginya.” Artinya, Allah akan
menyelamatkannya –sebagaimana dika-takan Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu – dari setiap
kesusahan dunia maupun akhirat. Kedua, “Allah
akan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” Artinya,
Allah akan memberi-nya rizki yang tak pernah ia harapkan dan angankan.
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya
mengatakan: “Maknanya, barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah de-ngan melakukan
apa yang diperintahkanNya dan mening-galkan apa yang dilarangNya, niscaya Allah
akan membe-rinya jalan keluar serta rizki dari arah yang tidak disangka-sangka,
yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya,”
Alangkah agung dan besar buah taqwa itu!
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Sesungguhnya ayat terbesar dalam hal pemberian
janji jalan keluar adalah:
“Barangsiapa
bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya”.
2. Ayat lainnya adalah firman Allah:
“Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
me-reka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendus-takan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
siksa mereka di-sebabkan perbuatan mereka sendiri”. (Al-A’raf: 96).
Dalam ayat yang mulia ini Allah
menjelaskan, seandai-nya penduduk negeri-negeri merealisasikan dua hal, yakni
iman dan taqwa, niscaya Allah akan melapangkan kebaikan (kekayaan) untuk mereka
dan memudahkan mereka menda-patkannya dari segala arah.
Menafsirkan firman Allah:
“Pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berbagai berkah dari langit dan bumi, Abdullah
bin Abbas mengatakan: “Niscaya Kami lapangkan kebaikan (ke-kayaan) untuk mereka
dan Kami mudahkan bagi mereka untuk mendapatkan dari segala arah.”
Janji Allah yang terdapat dalam ayat yang
mulia tersebut terhadap orang-orang beriman dan bertaqwa mengandung beberapa
hal, di antaranya:
a. Janji Allah untuk membuka “ “ (keberkahan) bagi mereka. “” adalah bentuk jama’ dari
” ” Imam Al-Baghawi berkata, Ia berarti
mengerjakan sesuatu secara terus menerus. Atau seperti kata Imam Al-Khazin,
“Tetapnya suatu kebaikan Tuhan atas sesuatu.”
Jadi, yang dapat disimpulkan dari makna
kalimat ” ” adalah bahwa apa yang diberikan Allah disebabkan oleh keimanan dan
ketaqwaan mereka merupakan kebaikan yang terus menerus, tidak ada keburukan
atau konsekuensi apa pun atas mereka sesudahnya.
Tentang hal ini, Sayid Muhammad Rasyid
Ridha berkata: “Adapun orang-orang beriman maka apa yang dibukakan untuk mereka
adalah berupa berkah dan kenikmatan. Dan untuk hal itu, mereka senantiasa
bersyukur kepada Allah, ridha terhadapNya dan mengharapkan karuniaNya. Lalu
mereka menggunakannya di jalan kebaikan, bukan jalan keburukan, untuk perbaikan
bukan untuk merusak. Sehingga balasan bagi mereka dari Allah adalah ditambahnya
berbagai kenikmatan di dunia dan pahala yang baik di akhirat.”
Syaikh Ibnu Asyur mengungkapkan hal itu
dengan ucapannya: ” ” adalah kebaikan yang murni yang tidak ada konsekuensinya
di akhirat. Dan ini adalah sebaik-baik jenis nikmat.”
b. Kata berkah disebutkan
dalam bentuk jama’ sebagai-mana
firman Allah:
“Pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berbagai berkah.” Ayat ini, sebagaimana disebutkan Syaikh Ibnu Asyur
untuk menunjukan banyaknya berkah sesuai dengan banyaknya sesuatu yang
diberkahi.
c. Allah berfirman:
“Berbagai keberkahan dari langit dan
bumi”. Menurut Imam Ar-Razi, maksudnya adalah keberkahan langit
dengan turunnya hujan, keberkahan bumi dengan tumbuhnya berba-gai tanaman dan
buah-buahan, banyaknya hewan ternak dan gembalaan serta diperolehnya keamanan
dan keselamatan. Hal ini karena langit adalah laksana ayah, dan bumi laksana
Ibu. Dari keduanya diperoleh semua bentuk manfaat dan kebaikan berdasarkan
penciptaan dan pengurusan Allah .”
3. Ayat lainnya adalah firman Allah:
“Dan
sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan
(Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan
mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka
ada golongan pertengah-an. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh
kebanyakan mereka”. (Al-Ma’idah: 66).
Allah mengabarkan tentang Ahli Kitab,
‘Bahwa seandainya mereka mengamalkan apa yang ada di dalam Taurat, Injil dan
Al-Qur’an –demikian seperti dikatakan oleh Abdullah bin Abbas c dalam
menafsirkan ayat terse-but,– niscaya Allah memperbanyak rizki
yang diturunkan kepada mereka dari langit dan yang tumbuh untuk mereka dari
bumi.
Syaikh Yahya bin Umar
Al-Andalusi berkata: “Allah menghendaki –wallahu
a’lam– bahwa
seandainya mereka mengamalkan apa yang diturunkan di dalam Taurat, Injil dan
Al-Qur’an, niscaya mereka memakan dari atas dan dari bawah kaki mereka.
Maknanya –wallahu’alam–, niscaya mereka
diberi kelapangan dan kesempurnaan nikmat du-nia,”
Dalam menafsirkan ayat ini, Imam
Al-Qurthubi mengata-kan, “Dan sejenis dengan ayat ini adalah firman Allah:
“Barangsiapa
bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan
memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq:2-3).
“Dan
bahwasanya jika mereka tetap berjalan di atas ja-lan itu (agama Islam), benar-benar
Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki yang ba-nyak).” (Al-Jin: 16).
“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada me-reka berbagai keberkahan dari langit dan bumi.” (Al-A’raf: 96).
Sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat di
atas, Allah menjadikan ketaqwaan di antara sebab-sebab rizki dan men-janjikan
untuk menambahnya bagi orang yang bersyukur.
Allah berfirman:
“Jika
kalian bersyukur, niscaya Aku tambahkan nikmat-Ku atasmu.” (Ibrahim: 7).
Karena itu, setiap orang yang menginginkan
keluasan rizki dan kemakmuran hidup, hendaknya ia menjaga dirinya dari segala
dosa. Hendaknya ia menta’ati perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-laranganNya. Juga hendaknya ia menjaga diri dari yang menyebabkan
berhak mendapat siksa, seperti melakukan kemungkaran atau meninggalkan
kebaikan.
Pasal Ketiga :
BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH
Termasuk di antara sebab diturunkannya
rizki adalah bertawakkal kepada Allah dan Yang kepadaNya tempat bergantung. Insya
Allah kita akan membicarakan hal ini melalui tiga hal:
a. Yang dimaksud bertawakkal kepada Allah.
b. Dalil syar’i bahwa bertawakkal kepada Allah termasuk di antara
kunci-kunci rizki.
c. Apakah tawakkal itu berarti meninggalkan usaha?
A. Yang Dimaksud Bertawakkal kepada
Allah
Para ulama –semoga Allah
membalas mereka dengan sebaik-baik balasan– telah menjelaskan makna tawakkal.
Di antaranya adalah Imam Al-Ghazali, beliau berkata: “Tawak-kal adalah
penyandaran hati hanya kepada wakil
(yang di-tawakkali) semata.”
Al-Allamah Al-Manawi berkata: “Tawakkal
adalah me-nampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang di
tawakkali.”
Menjelaskan makna
tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Al-Mulla Ali Al-Qori
berkata: “Hendaknya kalian ketahui secara yakin bahwa tidak ada yang berbuat
dalam alam wujud ini kecuali Allah, dan bahwa setiap yang ada, baik makhluk
maupun rizki, pem-berian atau pelarangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau
kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati dan segala hal yang disebut sebagai
sesuatu yang maujud (ada),
semua-nya itu adalah dari Allah.”
B.
Dalil syar’i Bahwa Bertawakkal kepada Allah Termasuk Kunci Rizki
Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu
Al-Muba-rak, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Qhudha’i dan Al-Baghawi meriwayatkan
dari Umar bin Khaththab bahwa Rasulullah bersabda:
“Sungguh, seandainya
kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan
diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam
keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.”
Dalam hadits yang mulia ini, Rasulullah
yang ber-bicara dengan wahyu menjelaskan, orang yang bertawakkal kepada Allah
dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya dia akan diberi rizki oleh Allah
sebagaimana burung-burung diberiNya rizki. Betapa tidak demikian, karena dia
telah bertawakkal kepada Dzat Yang Maha Hidup, Yang tidak pernah mati. Karena
itu, barangsiapa bertawakkal kepada-Nya, niscaya Allah akan mencukupinya. Allah
berfirman:
“Dan
barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya.
Se-sungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Ath-Thalaq: 3).
Menafsirkan ayat tersebut, Ar-Rabi’ bin
Khutsaim me-ngatakan: “(Mencukupkan) diri setiap yang membuat sempit manusia”.
C.
Apakah Tawakkal itu Berarti Mening-galkan Usaha?
Sebagian orang mukmin ada yang berkata:
“Jika orang yang bertawakkal kepada Allah itu akan diberi rizki, maka kenapa
kita harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. Bukankah kita cukup
duduk-duduk dan bermalasan-malasan, lalu rizki kita datang dari langit?”
Perkataan ini sungguh
menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkan tentang hakikat tawakkal. Nabi
kita yang mulia telah menyerupakan orang yang bertawakkal dan di-beri rizki itu
dengan burung yang pergi di pagi hari dan pulang pada sore hari, padahal burung
itu tidak memiliki sandaran apapun, baik perdagangan, pertanian, pabrik atau
pekerjaan tertentu. Ia keluar berbekal tawakkal kepada Allah Yang Maha Esa dan
Yang kepadanya tempat bergantung. Dan sungguh para ulama –semoga Allah membalas
mereka dengan sebaik-baik kebaikan–
telah memperingatkan masa-lah ini. Di antaranya adalah Imam Ahmad, beliau
berkata: ” Dalam hadits tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan untuk
meninggalkan usaha, sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan
perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka
berta-wakkal kepada Allah dalam kepergian, kedatangan dan usa-ha mereka, dan
mereka mengetahui kebaikan (rizki) itu di TanganNya, tentu mereka tidak akan
pulang kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana
burung-burung tersebut.”
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang
laki-laki yang hanya duduk di rumah atau masjid seraya berkata, ‘Aku tidak mau
bekerja sedikit pun, sampai rizkiku datang sendiri’. Maka beliau berkata, Ia
adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi bersabda:
“Sesungguhnya Allah
telah menjadikan rizkiku melalui panahku.”
Dan beliau bersabda:
“Sekiranya kalian
bertawakkal kepada Allah dengan se-benar-benar tawakkal, niscaya Allah memberimu
rizki sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi
dalam keadaan lapar dan
pulang sore hari dalam keadaan kenyang.”
Dalam hadits tersebut dikatakan,
burung-burung itu berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam rangka
men-cari rizki.
Selanjutnya Imam Ahmad berkata: “Para
Sahabat berda-gang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itu-lah
teladan kita”.
Syaikh Abu Hamid berkata: “Barangkali ada
yang mengi-ra bahwa makna tawakkal adalah , meninggalkan pekerjaan secara
fisik, meninggalkan perencanaan dengan akal serta menjatuhkan diri di atas
tanah seperti sobekan kain yang di-lemparkan, atau seperti daging di atas
landasan tempat me-motong daging. Ini adalah sangkaan orang-orang bodoh. Semua
itu adalah haram menurut hukum syari’at. Sedangkan syari’at memuji orang yang
bertawakkal. Lalu, bagaimana mungkin sesuatu derajat ketinggian dalam agama
dapat di-peroleh dengan hal-hal yang dilarang oleh agama pula?
Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini
dapat kita kata-kan, “Sesungguhnya pengaruh bertawakkal itu tampak da-lam gerak
dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya”.
Imam Abul Qosim Al-Qusyairi berkata:
“Ketahuilah se-sungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun gerak
secara lahiriah hal itu tidak bertentangan dengan ta-wakkal yang ada di dalam
hati setelah seorang hamba me-yakini bahwa rizki itu datangnya dari Allah. Jika
terdapat kesulitan, maka hal itu adalah karena taqdirNya, dan jika terdapat
kemudahan maka hal itu karena kemudahan dariNya.”
Di antara yang menunjukkan bahwa tawakkal
kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah apa yang diriwayatkan
oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja’far bin Amr bin Umayah dari
ayahnya , ia berkata:
“Seseorang berkata kepada Nabi , Aku
lepaskan unta-ku dan (lalu) aku bertawakkal?’ Nabi bersabda: ‘Ikatlah kemudian
bertawakkallah’.”
Dan dalam riwayat
Al-Qudha’i disebutkan:
“Amr bin Umayah berkata:
‘Aku bertanya,’Wahai Rasulullah, Apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku
bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?’
Beliau menjawab, ‘Ikatlah kendaran (unta)mu lalu bertawakkallah’.”
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa
tawakkal tidaklah berarti meninggalkan usaha. Dan sungguh setiap muslim wajib
berpayah-payah, bersungguh-sungguh dan berusaha untuk mendapatkan penghidupan.
Hanya saja ia tidak boleh menyandarkan diri pada kelelahan, kerja keras dan
usahanya, tetapi ia harus meyakini bahwa segala urusan adalah milik Allah, dan
bahwa rizki itu hanyalah dari Dia semata.
Pasal Keempat :
BERIBADAH KEPADA ALLAH SEPENUHNYA
Di antara kunci-kunci
rizki adalah beribadah kepada Allah sepenuhnya. Saya akan membahas masalah ini
–dengan memohon pertolongan kepada Allah– dari dua hal:
A. Makna beribadah kepada
Allah sepenuhnya.
B. Dalil syar’i bahwa
beribadah kepada Allah sepenuhnya adalah di antara kunci-kunci rizki.
A. Makna Beribadah Kepada Allah
Sepenuhnya.
Hendaknya seseorang tidak
mengira bahwa yang dimak-sud beribadah sepenuhnya adalah dengan meninggalkan
usaha untuk mendapatkan penghidupan dan duduk di masjid sepanjang siang dan
malam. Tetapi yang dimaksud – wallahu
a’lam– adalah hendaknya seorang hamba beribadah dengan hati dan
jasadnya, khusyu’ dan merendahkan diri di hadapan Allah Yang Maha Esa,
menghadirkan (dalam hati) betapa besar keagungan Allah, benar-benar merasa
bahwa ia sedang bermunajat kepada Allah Yang Maha Menguasai dan Maha
Menentukan. Yakni beribadah sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits:
“Hendaknya kamu
beribadah kepada Allah seakan-akan kami melihatNya. Jika kamu tidak melihatNya
maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Janganlah engkau termasuk orang-orang yang
(ketika beribadah) jasad mereka berada di masjid, sedang hatinya berada di luar
masjid.
Menjelaskan sabda Rasulullah
:
“Beribadahlah sepenuhnya
kepadaKu”. Al-Mulla Ali Al-Qari berkata, “Maknanya, jadikanlah
hatimu benar-benar sepenuhnya (berkonsentrasi) untuk beribadah kepada
Tuhan-mu”.
B. DALIL SYAR’I BAHWA BERIBADAH KEPADA
ALLAH SEPENUHNYA TERMASUK KUNCI RIZKI
Ada beberapa nash yang
menunjukkan bahwa beribadah sepenuhnya kepada Allah termasuk di antara
kunci-kunci rizki. Beberapa nash tesebut di antaranya adalah:
1. Hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad,
At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abu Hurairah , dari Nabi beliau
bersabda:
“Sesungguhnya Allah berfirman, ‘wahai
anak Adam!, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu, niscaya Aku penuhi (hatimu yang
ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak
kalian lakukan, nis-caya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku
penuhi kebutuhanmu (kepada manusia)’.”
Nabi dalam hadits tersebut
menjelaskan, bahwasanya Allah menjanjikan kepada orang yang beribadah kepadaNya
sepenuhnya dengan dua hadiah, sebaliknya mengancam bagi yang tidak beribadah
kepadaNya sepenuhnya dengan dua siksa. Adapun dua hadiah itu adalah Allah
mengisi hati orang yang beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan keka-yaan serta memenuhi
kebutuhannya. Sedangkan dua siksa itu adalah Allah memenuhi kedua tangan orang
yang tidak beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan berbagai kesibuk-an, dan ia
tidak mampu memenuhi kebutuhannya, sehingga ia tetap membutuhkan kepada
manusia.
2. Hadits riwayat Imam Al-Hakim dari Ma’qal bin
Yasar ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Tuhan kalian berkata,
‘Wahai anak Adam, beribadah-lah kepadaKu sepenuhnya, niscaya Aku penuhi hatimu
dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki. Wahai anak Adam, jangan
jauhi Aku sehingga Aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua
tangamu dengan kesibukan.”
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang
mulia, yang berbicara berdasarkan wahyu mengabarkan tentang janji Allah, yang
tak satu pun lebih memenuhi janji daripadaNya, berupa dua jenis pahala bagi
orang yang benar-benar ber-ibadah kepada Allah sepenuhnya. Yaitu, Allah pasti
meme-nuhi hatinya dengan kekayaan dan kedua tangannya dengan rizki.
Sebagaimana Nabi juga memperingatkan akan
ancam-an Allah kepada orang yang menjauhiNya dengan dua jenis siksa. Yaitu
Allah pasti memenuhi hatinya dengan kefakiran dan kedua tangannya dengan
kesibukan.
Dan semua mengetahui, siapa yang hatinya
dikayakan oleh Yang Maha Memberi kekayaan, niscaya tidak akan didekati oleh kemiskinan
selama-lamanya. Dan siapa yang kedua tangannya dipenuhi rizki oleh Yang Maha
Memberi rizki dan Maha Perkasa, niscaya ia tidak akan pernah pailit
selama-lamanya. Sebaliknya, siapa yang hatinya dipenuhi dengan kefakiran oleh
Yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan, niscaya tak seorang pun mampu membuatnya
kaya. Dan siapa yang disibukkan oleh Yang Maha Perkasa dan Maha Memaksa,
niscaya tak seorang pun yang mampu memberinya waktu luang.
Pasal Kelima :
MELANJUTKAN HAJI DENGAN UMRAH
ATAU SEBALIKNYA
Di antara perbuatan yang
dijadikan Allah termasuk kunci-kunci rizki yaitu melanjutkan haji dengan umrah
atau sebaliknya. Pembicaraan masalah ini –dengan memohon pertolongan Allah–
akan saya lakukan melalui dua poin bahasan:
A. Yang dimaksud
melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya.
B. Dalil syar’i bahwa melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya termasuk
pintu-pintu rizki.
A. Yang Dimaksud Melanjutkan Haji
Dengan Umrah Atau Sebaliknya
Syaikh Abul Hasan As-Sindi
menjelaskan tentang mak-sud melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya
berkata: “Jadikanlah salah satunya mengikuti yang lain, di mana ia dilakukan
sesudahnya. Artinya, jika kalian menunaikan haji maka tunaikanlah umrah. Dan
jika kalian menunaikan umrah maka tunaikanlah haji, sebab keduanya saling
mengikuti.
B. Dalil Syar’i Bahwa Melanjutkan Haji
Dengan Umrah Atau Sebaliknya Termasuk Kunci Rizki
Di antara hadits-hadits
yang menunjukkan bahwa melan-jutkan haji dengan umrah atau sebaliknya termasuk
kunci-kunci rizki adalah :
1. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu
Hibban meriwayatkah dari Abdullah bin Mas’ud berkata, Rasulullah bersabda:
“Lanjutkanlah haji
dengan umrah, karena sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa,
sebagai-mana api dapat menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak
ada pahala haji yang mabrur itu melainkan Surga”.
Dalam hadits yang mulia tersebut Nabi yang
terper-caya, yakni berbicara dengan wahyu menjelaskan bahwa buah melanjutkan
haji dengan umrah atau sebaliknya adalah hilangnya kemiskinan dan dosa. Imam
Ibnu Hibban mem-beri judul hadits ini dalam kitab shahihnya dengan:
“Keterangan Bahwa Haji dan Umrah
Menghilangkan Dosa-dosa dan Kemiskinan dari Setiap Muslim dengan Sebab
Keduanya.”
Sedangkan Imam Ath-Thayyibi dalam
menjelaskan sabda Nabi :
“Sesungguhnya keduanya
menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa”, dia berkata, “Kemampuan keduanya untuk menghilangkan
kemiskinan seperti kemampuan amalan ber-sedekah dalam menambah harta.”
2. Hadits riwayat Imam An-Nasa’i dari Ibnu
Abbas c, ia berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda:
“Lanjutkanlah haji dengan umrah atau
sebaliknya. Kare-na sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kemis-kinan dan
dosa-dosa sebagaimana api dapat menghi-langkan kotoran besi.”
1.
Maka
orang-orang yang menginginkan untuk dihilangkan kemiskinan dan dosa-dosanya,
hendaknya ia segera melan-jutkan hajinya dengan umrah atau sebaliknya.